Beranda | Artikel
Kaidah-Kaidah Tibbun Nabawi
Selasa, 15 Maret 2011

KAIDAH-KAIDAH TIBBUN NABAWI

Oleh
Syaikh Dr. Muhammad bin Musa Alu Nashr

Allah menciptakan makhlukNya agar beribadah serta tunduk kepadaNya. Allah menciptakannya terdiri dari ruh dan jasad. Allah menurunkan untuk mereka hukum-hukum syar’i, dan beban-beban ibadah yang bisa memelihara badan dan ruh mereka. Allah juga telah mengeluarkan untuk mereka makanan-makanan yang baik, agar kesehatan badan mereka tetap terjaga. Allah berfirman.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِن طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُوا لِلَّهِ إِن كُنتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ

Hai orang-orang yang beriman, makanlah diantara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepada Allah kamu menyembah. [Al Baqarah/2:172].

Maka makanan yang baik itu adalah makanan yang bermanfaat. Sedangkan sesuatu yang kotor dan najis adalah racun yang membunuh. Oleh karena itu, Allah menghalalkan untuk manusia makanan yang baik dan mengharamkan khaba’its (segala yang buruk). Allah berfirman.

وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ

Dan Allah menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk. [Al A’raf/7:157]

Dan ini, termasuk diantara tujuan yang terbesar diutusnya Rasulullah.

Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa salalm adalah orang yang paling menginginkan kebaikan dan Rasul yang paling sayang kepada makhluk Allah –khususnya kepada umatnya– sebagaimana Allah jelaskan tentang beliau, (dalam firmanNya).

لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِّنْ أَنفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُم بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَّحِيمٌ

Sesungguhnya ungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.[At Taubah/9:128].

Beliau tidak meninggalkan satu kebaikanpun, kecuali telah beliau tunjukkan kepada umatnya. Dan tidak membiarkan satu kejelekanpun, kecuali telah beliau peringatkan dan beliau larang.

Termasuk dalam masalah ini, yaitu anjuran beliau kepada umat ini dengan sesuatu yang bisa menjaga kesehatan mereka dan mencegah hal-hal yang bisa menimbulkan penyakit pada badan dan ruh. (Juga) larangan beliau dari setiap yang membahayakan dan menghindari mudarat sebelum terjadi. Inilah yang dinamakan dengan tibbun nabawi al wiqa’i (tindakan Nabi yang bersifat preventif), yang banyak terdapat dalam Sunnah dan bahkan dianjurkan oleh Al Qur’an. Dan engkau dapat menyimpulkan, bahwa kaidah-kaidah menjaga kesehatan yang dijelaskan oleh Al Qur’an dan Al Hadits dapat dibagi menjadi tiga.

Pertama : Menjaga kesehatan.
Allah mengisyaratkan dalam firmanNya.

فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ

Maka jika diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. [Al Baqarah/2:184].

Imam Ibnu Qayyim mengatakan, ”Dalam ayat ini, Allah membolehkan berbuka bagi orang yang sakit, karena alasan sakitnya. Dan bagi orang yang bersafar karena berkumpulnya kesusahan-kesusahan yang akan menyebabkan lemahnya badan, sehingga Allah membolehkan orang yang bersafar untuk berbuka, untuk memelihara kekuatan mereka dari hal-hal yang bisa melemahkannya.”

Kedua : Menjaga (diri) dari hal-hal yang membahayakan.
Kaidah ini telah diisyaratkan Allah Azza wa Jalla dalam firmanNya.

وَإِن كُنتُم مَّرْضَىٰ أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِّنكُم مِّنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا

Dan jika kamu sakit atau sedang dalam perjalanan (safar) atau kembali dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci).[An Nisa/4:43].

Dalam ayat ini Allah membolehkan orang yang sakit untuk menggunakan debu yang suci dan tidak menggunakan air, demi menjaga badan dari hal-hal yang bisa membahayakannya. Disini juga terdapat peringatan agar menjaga diri dari setiap hal yang bisa membahayakan, baik dari dalam maupun dari luar.

Ketiga : Membuang zat-zat yang rusak.
Sebagaimana yang diisyaratkan oleh Allah dalam firmanNya.

فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوْ بِهِ أَذًى مِّن رَّأْسِهِ فَفِدْيَةٌ مِّن صِيَامٍ أَوْ صَدَقَةٍ أَوْ نُسُكٍ

Jika ada diantara kamu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka wajib atasnya berfidyah, yaitu berpuasa, atau bersedekah atau berkorban.[Al Baqarah/2:196].

Dalam ayat ini Allah membolehkan bagi orang yang sakit atau yang ada gangguan di kepalanya, seperti: kutu, atau rasa gatal, atau yang lainnnya; maka boleh baginya memotong rambutnya walaupun sedang dalam keadaan ihram, untuk menyingkirkan zat-zat yang menyebabkan penyakit di kepalanya.

Bertolak dari sini juga, banyak hadits-hadits shahih yang penuh berisi wasiat agar berbekam. Bahkan ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mi’raj, beliau diperintahkan oleh para malaikat untuk berhijamah (berbekam), sebagaimana sabda beliau.

مَا مَرَرْتُ لَيْلَةَ أُسْرِيَ بِي بِمَلَإٍ إِلَّا قَالُوا يَا مُحَمَّدُ مُرْ أُمَّتَكَ بِالْحِجَامَةِ

Tidaklah aku melewati satu malaikat dari malaikat-malaikat, kecuali mereka mengatakan ”Wahai, Muhammad perintahkanlah umatmu untuk berbekam.”[1]

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda.

إِذَا كَانَ الشِّفَاءُ فِي شَيْءٍ فَفِي ثَلَاثَةٍ شَرْطَةِ مِحْجَمٍ وَ لُعْقَةِ عَسَلٍ وَكَيَّةِ نَارٍ وَأُنْهِيَ عَنْ الْكَيِّ

Apabila obat itu ada pada sesuatu, maka pada tiga hal: goresan orang yang berbekam, jilatan madu, dan kay (besi yang dipanaskan); dan aku dilarang dari kai.[2]

Jadi, menahan zat-zat yang rusak di dalam badan menjadi sebab utama timbulnya penyakit-penyakit ganas. Para dokter dan ulama’ menyebutkan –seperti Ibnul Qayyim dan yang lainnya- bahwa ada sepuluh hal, yang jika ditahan bisa menimbulkan penyakit ganas. Yaitu: darah apabila tekanannya naik, mani jika telah memuncak (tidak tersalurkan)[3], air kencing, berak, kentut, muntah, bersin, mengantuk, lapar, dan haus. Masing-masing dari sepuluh macam ini, apabila ditahan akan mengakibatkan penyakit sesuai dengan kadarnya.

Penyakit yang dijelaskan oleh Al Qur’an ada dua macam.

  • Pertama, penyakit hati.
  • Kedua, penyakit badan.

Penyakit hati dibagi menjadi dua, yaitu :

  • Penyakit syubhat dan ragu-ragu, serta
  • Penyakit syahwat dan dosa.

Penyakit syubhat dan ragu-ragu, telah dijelaskan oleh Allah dalam firmanNya.

فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٌ فَزَادَهُمُ اللَّهُ مَرَضًا

Di dalam hati mereka terdapat penyakit, maka Allah menambah penyakit tersebut. [Al Baqarah/2:10].

Dan juga firmanNya.

وَلِيَقُولَ الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٌ وَالْكَافِرُونَ مَاذَا أَرَادَ اللَّهُ بِهَٰذَا مَثَلًا

Dan supaya orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan orang-orang kafir (mengatakan) : “Apakah yang dikehendaki Allah dengan (menjadikan) bilangan ini sebagai perumpamaan?” [Al Muddatstsir/74:31]

Dan juga firmannya.

أَفِي قُلُوبِهِم مَّرَضٌ أَمِ ارْتَابُوا

Apakah (ketidak datangan mereka itu karena) dalam hati mereka ada penyakit; atau (karena) mereka ragu-ragu? [An Nur/24:50].

Dan bentuk penyakit ini lebih ganas dan lebih berbahaya, yaitu penyakit syahwat dan dosa. Allah telah mengisyaratkan penyakit yang kedua ini dalam firmanNya.

يَا نِسَاءَ النَّبِيِّ لَسْتُنَّ كَأَحَدٍ مِّنَ النِّسَاءِ ۚ إِنِ اتَّقَيْتُنَّ فَلَا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ

Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertaqwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya. [Al Ahzab/33:32]

Maksud penyakit disini adalah penyakit syahwat zina.

Sedangkan mengenai penyakit badan, Allah menyebutkan dalam kitabNya dengan firmanNya.

لَّيْسَ عَلَى الْأَعْمَىٰ حَرَجٌ وَلَا عَلَى الْأَعْرَجِ حَرَجٌ وَلَا عَلَى الْمَرِيضِ

Tidak ada halangan bagi orang buta, tidak pula bagi orang yang pincang, tidak pula bagi orang yang sakit. [An Nur/24:61].

Penyakit badan ini, ada dua.

  1. Bersifat fitrah, seperti rasa lapar haus dan lelah.
  2. Membutuhkan pikiran, penelitian, pengalaman dan percobaan.

Demikian itulah pengobatan untuk umat manusia seluruhnya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah datang dengan membawa pengobatan terhadap (penyakit) ruh ataupun badan. Beliau memerintahkan umatnya dengan hal-hal yang bisa menjaga kesehatan badannya dan kekuatannya. Karena keselamatan agamanya terdapat pada kesehatan badannya. Inilah makna sabda Rasulullah.

الْمُؤْمِنُ الْقَوِيُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ وَفِي كُلٍّ خَيْرٌ

Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah dibandingkan dengan mukmin yang lemah, dan pada masing-masing keduanya terdapat kebaikan.[4]

Dan juga sabdanya.

تَدَاوَوْا عِبَادَ اللَّهِ فَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ لَمْ يُنَزِّلْ دَاءً إِلَّا أَنْزَلَ مَعَهُ شِفَاءً إِلَّا الْهَرَمَ

Berobatlah, wahai hamba Allah. Karena sesungguhnya Allah tidak menurunkan satu penyakit, kecuali Allah turunkan (juga) obatnya, kecuali penyakit tua.

Jadi, sehat merupakan nikmat yang besar dari Allah yang wajib dijaga. Karena, kesehatan itu akan membantu seseorang melaksanakan ketaatan kepada Allah. Disebutkan di dalam hadits yang shahih.

نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنْ النَّاسِ الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ

Ada dua nikmat, banyak orang tertipu pada keduanya. yaitu (nikmat) sehat dan luang waktu.[5]

Kesehatan adalah nikmat pertama yang akan dimintai pertanggungjawaban tentangnya. Dikatakan kepada seorang hamba.

أَلَمْ أُصِحَّ لَكَ جِسْمَكَ وَأُرْوِكَ مِنْ الْمَاءِ الْبَارِدِ

Bukankah aku sehatkan badanmu, dan aku beri kamu minum dengan air yang dingin?[6]

Maka barangsiapa yang mendapatkan kesehatan, sesungguhnya ia telah mendapatkan kebaikan yang besar dan bagian yang banyak. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallm bersabda.

مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ آمِنًا فِي سِرْبِهِ مُعَافًى فِي جَسَدِهِ عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا

Barangsiapa yang mendapatkan rasa aman pada dirinya pada waktu pagi hari, sehat badannya, (berarti) ia memiliki makanan pada hari itu, seolah-olah dunia dikumpulkan untuknya.

Oleh karena itu, kesehatan merupakan kerajaan yang tersembunyi, mahkota bagi orang-orang yang sehat; yang tidak dapat dilihat, kecuali oleh orang yang sakit.

Semoga dengan kemurahan dan kedermawananNya, Allah melindungi kita dan semua kaum muslimin dari segala penyakit. Alhamdulillah atas segala nikmatNya, baik yang nampak maupun yang tidak nampak.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 12/Tahun VII/1424H/2003M Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
______
Footnote
[1] Hadits riwayat Ibnu Majah
[2] Dalam riwayat Imam Bukhari terdapat hadits
الْكَيِّ عَنْ أُمَّتِي وَأَنْهَى نَارٍ وَكَيَّةِ مِحْجَمٍ وَشَرْطَةِ عَسَلٍ شَرْبَةِ ثَلَاثَةٍ فِي الشِّفَاءُ
[3] Maksudnya yang sudah berkemampuan hendaklah segera menikah (pent)
[4] HR Muslim
[5] HR. Bukhari
[6] Dalam riwayat tirmidzi kami temukan
أَلَمْ نُصِحَّ لَكَ جِسْمَكَ وَنُرْوِيَكَ مِنْ الْمَاءِ الْبَارِدِ


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/3008-kaidah-kaidah-tibbun-nabawi.html